Langsung ke konten utama

MATERI KODE ETIK KONSELING



KODE ETIK KONSELING
A.    Pengertian
Etik merupakan standar tingkah laku standar seseorang atau sekelompok orang, yang didasarkan atas nilai-nilai yang disepakati. Setiap kelompok profesi pada dasarnya merumuskan standar tingkah lakunya yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan kewajiban profesional. Standar tingkah laku profesional itu diterjemahkan dari nilai-nilai masyarakat ke dalam bentuk cita-cita yang terstruktur dalm hubungannya dengan orang lain, klien dan masyarakat. Terjemahnya nilai-nilai sebagai bentuk standar itu dirumuskan ke dalam “ kode etik profesi”.[1] 
Kode etik bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional bimbingan dan konseling Indonesia.[2]


B.     Dasar Kode Etik Profesi BK
1.      Pancasila. Hal ini mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap negara terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia.
2.       Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai dengan norma-norma yang berlaku.[3]
C.    Kualifikasi dan Kegiatan Profesional Konselor
1.      Kualifikasi.
a.       Memiliki nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan, serta wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling.
b.      Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor
c.       Nilai, sikap, keterampilan, pengetahuan dan wawasan yang harus dimiliki konselor adalah sebagai berikut:
1.      Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya.
2.      Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat.
3.      Konselor wajib memiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekanseprofesi yang berhubungan dengan pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional.
4.      Konselor wajub mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, termasuk material, finansial dan popularitas.
5.      Konselor wajib terampil dalam menggunakan teknik dan prosedur khusus dengan wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah.
2.      Pengakuan Kewenangan.
a.       Pengakuan keahlian.
b.      Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yang diberikan kepadanya.[4]
D.    Informasi, Testing dan Riset
1.      Penyimpanan dan Penggunaan Informasi.
a.       Catatan tentang diri klien, seperti wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain, merupakn informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentinganklien.
b.      Pengguuanaan data atau informasi dimungkinkan dipakai untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas klien dirahasiakan.
c.       Penyampaian informasi tentang klien kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien.
d.      Penggunaan informasi tentang klien dalam rangka konsultasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat dibenarkan, asalkan untuk kepentingan klien dan tidak merugikan klien.
e.       Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
2.      Testing.
a.       Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
b.      Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas tentang sifat atau ciri kepribadian subjek untuk kepentingan pelayanan.
c.       Konselor wajaib memberikan orientasi yang tepat kepada klien dan orang tua mengenai alasan dilakukannya tes, serta arti dan kegunaannya.
d.      Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yang berlaku bagi tes tersebut.
e.       Data hasil testing wajib diintegrasikan dengan informasi lain, baik dari klien maupun sumber lain.
f.       Hasi tes hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada klien.
3.      Riset.
a.       Dalam mempergunakan riset terhadap manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subjek.
b.      Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subjek wajib di jaga kerahasiaannya.
E.     Proses Pelayanan
1.      Hubungan dalam Pemberian Pelayanan.
a.       Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dalam hubungan antara klien dengan konselor.
b.      Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses knseling belum mencapai hasil konkret.
c.       Sebaliknya, konselor tidak melanjutkan hubungan bila klien tidak melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tersebut.
2.      Hubungan dengan Klien
a.       Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien.
b.      Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diataskepentingan pribadinya.
c.       Konselor tidak diperkenalkan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, wrana kulit, agama atau status sosial..
d.      Konselor tidak memaksa seseorang untuk memberi bantuan kepada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e.       Konselor wajib memberi pelayanan kepada siapapun, terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya.
f.        Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas, sepanjang dikehendaki klien.
g.      Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
h.      Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien.
i.        Konselor tidak memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara dan teman-teman karibnya sepanjang hubungan profesional.[5]
F.     Konsultasi dan Hubungan dengan Rekan Sejawat.
1.      Konsultasi dengan Rekan Sejawat.
Jika konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling maka ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkung profesi dengan izin dari kliennya.
2.      Alih Tangan Kasus.
a.       Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila ia menyadari tidak dapat memberikan bantuan kepada klien.
b.      Bila pengiriman ke ahli disetujui oleh klien maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang latau badan yang mempunyai keahlian yang relevan.
c.       Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirim ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan baik atau buruknya.
3.      Hubungan Kelembagaan.
Dalam hubungan kelembagaan, terdapat dua prinsip umum. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Prinsip umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpangan dan penyebaraninformasi klien. Hubungan kerahasiaan antara konselor dengan klien juga berlaku bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan.
b.      Konselor bertindak sebagai konsultan di suatu lembaga. Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengakui dasar-dasar pokok profesi bimbingan dan konselor tidak bekerja atas dasar komersial.
4.      Keterkaitan Kelembagaan.
a.       Setiap konselor yang bekerja dalam suatu lembaga, selama pelayan konseling, tetap menjaga rahasia pribadiyang dipercayakan kepadanya.
b.      Konselor wajib mempertanggung jawabkan pekerjaannya kepada atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tersebut dalam menjalankan profesinya.
c.       Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahui program kegiatan lembaga tersebut dan pekerjaan konselor dianggap sebagai sumbangan khas dalam mencapai tujuan lembaga tersebut.
d.      Jika konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan dan kebijakan lembaga tersebut maka konselor wajib mengundurkan diri.
5.      Praktik Mandiri dan Laporan kepada Pihak Lain.
a.      Konselor Praktik Mandiri.
1.      Konselor yang praktik mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu tetep mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak mendapat perlindungan dari rekan seprofesi.
2.      Konselor privasi wajib memeperoleh izin praktik dari organisasi profesi, yakni ABKIN.
b.      Laporan kepada Pihak Lain.
Jika konselor perlu melaporkan suatu hal tentang klien kepada pihak lain (seperti pimpinantempat kerja), atau diminta oleh petugas suatu badan di luar profesinya dan ia wajib memberikan informasi itu ia wajib bijaksana. Ia harus berpedoman pada suatu pegangan bahwa dengan berbuat begitu, klien tetap terlindungi dan tidak diragukan.
6.      Ketaatan pada Profesi.
a.      Pelaksanaan Hak dan Kewajibannya.
1.      Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan klien.
2.       Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan klien atau menerima komisi atau membalas jasa dalam bentuk yang tidak wajar.
b.      Pelanggaran terhadap Kode Etik.
1.      Konselor wajib mengkaji secara sadar tngkah laku dan perbuatannya bahwa ia menaati kode etik.
2.      Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik dapat merugikan diri sendiri, klien, lembaga dan pihak lain yang terkait.
3.      Pelanggaran terhadap kode etik mendapatkan sanksi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN.[6]
G.    Hal-hal yang harus Diperhatikan oleh Konselor agar Dihargai Klien.
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang konselor agar dihargai oleh kliennya, yaituu sebagai berikut:
1.      Klien hendaknya mengetahui kedudukannya dalam hubungannya dengan kerahasiaan. Misalnya, jika pembicaraan tentang maslah tertentu selalu diadakn di antara staf yang ada di lembaga tempat konselor bekerja, maka hl ini perlu diberitahukan kepada kliennya.
2.      Andaikata dalam usaha membantu klien mengatasi masalahnya diperlukan konsultasi dengan orang tua referal kepada pihak lain, maka hendaknya diminta izin kepada klien terlebih dahulu.
3.      Andaikata klen menghendaki agar keterangan tertentu dirahasiakan, maka konselor menghargai permintaan itu dengan sebaik-baiknya.
4.      Jika kerahasiaan suatu keterangan tidak lagi tidak dapat dijamin yng disebabkan karena adanya tuntutan hukum atau karena pertimbangan-pertimbangan lain yang mungkin dapat membahayakan diri klien, maka klien harus diberi tahu sesegera mungkin.
5.      Catatan hasil wawancara hendaknya diusahakan sedikit mungkin. Catatlah bagian-bagian yang penting saja untuk digunakan dalam pelayanan. Catatan-catatan itu harus disimpulkan dengan baik dan hanya boleh diambil atau dilihat bilamana ada persetujuan dari klien. Keterangan-keterangan seperti itu hendaklah dimusnahkan apabila konseling telah selesai atau dihentikan.
6.      Suasana akan dijamin kerahasiaannya adalah lebih penting daripada jaminan yang diberikan secara lisan. Misalnya, seandainya selam wawancara, konselor dapat memperlihatkan kepada klien apa yang ditulis itu, atau dapat juga meminta klien menuliskan sendiri keterangan yang dimaksud itu. Suasana seperti itu akan memberikan arti tersendiri bagi klien tentang makna rahasia itu.
7.      Bilamana kerahasiaan itu merupakan kebahagiaan dari kode etik profesional, maka kerahasiaan itu hendaknya dihargai sewajarnya.[7]




[1] Latipun.2006. Psikologi Konseling. Malang: UUM PRESS. Hlm.248-249
[2] Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD. Hlm.253
[3] Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD. Hlm.253
[4] Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD. Hlm.254-255
[5] Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD. Hlm.255-258
[6] Mashudi, Farid. 2013. Psikologi Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD. Hlm.259-261
[7] Latipun.2006. Psikologi Konseling. Malang: UUM PRESS. Hlm.252-253

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Motivasi Berprestasi

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mangandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. [1] McClelland [2] menekankan pentingnya kebutuhan berprestasi, karena orang yang berhasil dalam bisnis dan industri adalah orang yang berhasil menyelesaikan segala sesuatu. Ia menandai tiga motivasi utama, yaitu: penggabungan, kekuatan dan prestasi. Motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kebutuhan dalam diri seseorang untuk mencapai hasil terbaik. Motivasi berprestasi juga dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk menguasai hal-hal yang ...

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TEORI JULIAN ROTTER

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Teori belajar kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter Mischel, masing-masing berlandaskan asumsi bahwa faktor kognitif membantu membentuk bagaimana manusia akan bereaksi terhadap dorongan dari lingkungannya. Kedua pakar teori tersebut menolak penjelasan Skinner yang menyatakan bahwa perilaku terbentuk oleh penguatan langsung, malah mereka menyebutkan bahwa ekspektasi seseorang atas kejadian yang akan datang adalah determinan utama dari perilaku. Rotter beragumen bahwa perilaku manusia paling dapat diprediksikan melalui pemahaman dari interaksi antara manusia dan lingkungan yang berarti untuk mereka. Sebagai interaksionis, Rotter yakin bahwa tidak ada satu pun individu ataupun lingkungan itu sendiri yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perilaku. Malah, ia beragumen bahwa kondisi manusia, sejarah masa lalu dan ekspektasi terhadap masa depan adalah kunci utama untuk memprekdisikan perilaku. Dalam hal ini, ia ber...

MAKALAH KEPRIBADIAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sejak pertengahan abad XIX, yang didakwahkan sebagai abad kelahiran psikologi kontemporer di dunia Barat, terdapat banyak pengertian mengenai “psikologi” yang ditawarkan oleh para psikolog. Masing-masing pengertian memiliki keunikan, seiring dengan kecenderungan, asumsi dan aliran yang dianut oleh penciptanya. Meskipun demikian, perumusan pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tigapengertian. Pertama, psikologi adalah studi tentang jiwa ( psyche ), seperti studi yang dilakukan Plato (427-347 SM.) dan Aristoteles (384-322 SM.) tentang kesadaran dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, intelegensi, kemauan, dan ingatan. Definisi ini dipelopori oleh Wilhelm Wundt. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesa...