KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahi
rabbil’aalaamiin. Puji dan syukur kami panjatkan atas
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan sehat yang tak terhingga
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga shalawat serta
salam kami curahkan kepada Nabi kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang seperti
sekarang ini.
Dalam
makalah ini yang berjudul “MENEGAKKAN KODE ETIK KONSELING”, kami
membuatnya berdasarkan dari berbagai referensi yang berkaitan dengan mata
kuliah Kode Etik Konseling. Semoga makalah yang kami tulis ini dapat bermanfaat
untuk semua dan dapat menambah wawasan bagi kita semua pada khususnya bagi para
pembaca.
Demikianlah
yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
kami sangat menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi
perbaikan makalah ini menuju yang lebih baik.
Yogyakarta,
26 April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR
ISI......................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN...............................................................................................
A. Latar
Belakang...........................................................................................
B. Rumusan
Masalah.......................................................................................
C. Tujuan
Penulisan.........................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................
BAB
III PENUTUP.......................................................................................................
A. Kesimpulan......................................................................................................
B. Kritik
dan Saran.........................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Permasalahan
etis akan selalu muncul pada setiap profesi, terlebih kepada profesi yang
berhubungan langsung dengan manusia yaitu konseling. Sebagai tenaga profesional
yang berkecimpung dalam dunia konseling, seorang konselor memiliki “garis-garis
batas” berupa standar etika yang wajib dipenuhi untuk menunjukkan
kredibilitasnya sebagai konselor profesional. Standar etika inilah yang
digunakan sebagai acuan untuk melakukan penilaian secara tegas ketika muncul
permasalahan etis dalam hubungannya dengan klien.
Permasalahan
etis menjadi sangat penting karena akan memberikan jaminan perlindungan
terhadap klien atas kesediaannya mempercayakan masalahnya untuk ditangani
seorang konselor. Klien memiliki hak mendapatkan rasa aman dari konselor
setelah ia memberikan informasi mengenai masalahnya dengan tidak membuka
rahasia klien pada pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Klien juga memiliki
hak mendapatkan penanganan yang tepat dan sesuai dari konselor yang
berkompeten.
Untuk
menjamin perlindungan dan terpenuhinya hak klien, maka dibuatlah suatu sistem
etika yang mengatur hubungan konselor-klien dan dijadikan pedoman dalam
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai tenaga profesional. Selain itu, sistem
etika adalah ciri khas yang menandakan bahwa bidang konseling merupakan
pekerjaan profesional, karena cara kerjanya telah diatur dalam kode etik yang
jelas dan menjadi landasan kerja bagi konselor. Sistem etika inilah yang
menjadi standar tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang telah
disepakati oleh badan yang menaunginya.[1]
Bimbingan dan koseling memiliki begitu banyak kode etik dalam
pelaksanaan tugas profesionalnya dalam pelayanan yang di berikan kepada para
konseli. Banyak pelanggaran yang terjadi pada proses konseling. Mereka
mengetahui etika tapi hanya sekedar memahami tanpa mengaktualisasikan nilai
yang terkandung didalamnya dengan seksama. Maka dari itu, penegakan kode etik
harus dilakukan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
dari uraian latar belakang diatas penulis akan menjelaskan tulisan ini melalui beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan Kode Etik Konseling?
2. Apa
maksud dari Menegakkan Kode Etik Konseling?
3. Bagaimana
Tanggung Jawab Konselor terhadap Klien?
4. Bagaimana
Langkah Konselor dalam Membuat Keputusan Etis?
5. Bagaimana
Kode Etik Profesi di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
dari uraian rumusan masalah diatas dapat dilihat bahwa tujuan penulisan ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian dari Kode Etik Konseling.
2. Untuk
mengetahui dan memahami dalam Menegakkan Kode Etik Konseling.
3. Untuk
mengetahui dan memahami Tanggung Jawab Konselor terhadap Klien.
4. Untuk
mengetahui dan memahami Langkah Konselor dalam Membuat Keputusan Etis.
5. Untuk
mengetahui dan memahami Kode Etik Profesi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kode
Etik Konseling
Tidak dapat dipungkiri bahwa konseling merupakan pekerjaan
profesional. Salah satu ciri sebuah pekerjaan proesional itu bahwa cara
kerjanya diatur dalam kode etik yang jelas. Kode etik adalah kode moral yang
menjadi landasan kerja bagi pekerja profesional.[2]
Setiap pekerjaan profesional pada dasarnya memiliki kode etik.
Setiap anggota profesional itu harus mempelajari sekaligus melakukan
pekerjaannya sesuai dengan ketentuan yang ada pada kode etik. Pelanggaran
terhadap kode etiknya adalah suatu yang tidak diharapkan, dan karena itu
pelanggaran terhadap kode etik itu disebut tindakan yang malpraktik.Kode etik
itu secara umum berisi tentang pasal-pasal berkenaan dengan bagaimana seseorang
petugas profsional bekerja. Namun demikian untuk mempermudah memahami kode etik
itu, Redilick dan Pope (Moursund, 1990) mengemukakan ada tujuh pokok yang
diuraikan didalamnya, yaitu :[3]
1.
Pekerjaan itu diatas segalanya dan tidak merugikan
orang lain.
2.
Praktik profesi itu hanya dilakukan atas dasar
kompetensi.
3.
Tidak melakukan eksploitasi.
4.
Memperlakukan seseorang dengan respek untuk martabatnya sebagai
manusia
5.
Melindungi hal yang konfidensial.
6.
Tindakan, kecuali dalam keadaan yang sangat ekstrim,
dilakukan hanya setelah mendapatkan izin.
7.
Profesi praktik profesi, sejauh mungkin, dalam
kerangka pekerjaan sosial dan keadilan.
Etik profesi bimbingan dan konseling adalah
kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan
tugas atau tanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada
klien.
Kode Etik dapat
diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai
pedoman berperilaku. Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan
tata cara atau aturan yang menjadi standart kegiatan anggota suatu profesi.
Suatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang
diterjemahkan kedalam standart perilaku anggotanya. Nilai professional paling
utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Kode
etik adalah setiap prefesional, khususnya konselor di Indosnesia menjadikan
kode etik sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku dalam proses
bimbingan dan konseling. Konselor selalu menjunjung tinggi kode etik dan mampu
mengamalkannya yang berkaitan dengan asas-asas bimbingan dan konseling, karena
kode etik dalam proses bimbingan dan konseling sangatlah penting bagi konselor
untuk menjaga keprofesionalan seorang
kenselor dalam menjalankan proses bimbingan dan konseling.
Kode etik ini
merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung
tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota organisasi profesi
bimbingan dan konseling Indonesia yaitu ABKIN (Asosiasi Bimbingan Konseling
Indonesia), oleh karena itu wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh jajaran
pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional, provinsi, kabupaten atau
kota.[4]
Nilai
profesional dapat disebut dengan asas etis (Chung, 1981), mengemukakan ada
empat asas etis, yaitu :
1.
Menghargai harkat dan martabat klien.
2.
Peduli
dan bertanggung jawab.
3.
Integritas dalam hubungan.
4.
Tanggung
jawab terhadap masyarakat.
B.
Menegakkan
Kode Etik Konseling
Etik dan konseling Menurut Chouvin
& Remley, 1996 sebagai kelompok, konselor profesional berhubungan dengan
etik dan nilai, bahkan banyak konselor menghadapi keluhan etik dengan
kesungguhan yang sama seperti menghadapi tuntunan hukum. Paterrson (1971)
melihat bahwa identitas keprofesional konselor berhubungan dengan pengetahuan
praktik etik mereka.
Kode etik membantu meningkatkan
kepercayaan publik terhadap integritas sebuah profesi dan melindungi klien.
Dalam hubungan konseling tanggung jawab konselor yang profesional kepada klien
dan kesejahteraan mereka. Selanjutnya mencakup penegakan dalam kepercayaan,
komunikasi dan privasi.
Tanggung jawab konselor yakni
memberikan perhatian penuh terhadap klien, misalnya mendengarkan dengan seksama
apa yang disampaikan klien. Selain itu konselor harus menjaga kerahasiaan klien
yang hal itu merupakan privasi dan sumber kepercayaan klien. Konselor
membuktikan keahlian dalam komunikasi dengan memberikan informasi tentang
kualifikasi, misalnya memberi info tentang hasil yang dicapai dalam konseling.
Kode etik bimbingan dan konseling
Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang
dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi bimbingan
dan konseling Indonesia. Kode etik bimbingan dan konseling Indonesia wajib
dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional,
propinsi, dan kabupaten/kota.
Untuk menjunjung dan menegakkan
sebuah kode etik pada proses konseling, seorang konselor perlu mengikuti
pendidikan tentang konselor agar mengerti dan paham akan kode etik itu sendiri.
Apalagi seorang yang sudah menjadi profesional, konselor sudah tau mendalam
tentang kode etik itu sendiri. Untuk menegakkannya konselor juga bisa melihat dari asas-asas dan
tujuan khusus konseling itu sendiri. Dengan menjalankan asas-asas, membawa
konseling dengan baik, menjalankan tugas sesuai kewajibannya sebagai konselor
dan memberikan hak-hak kliennya, tentu sebuah hal itu sudah menjadikan seorang
tenaga konselor menjadi profesional dan juga dapat menerpkan kode etik
bimbingan dan konseling.[5]
C.
Tanggung
Jawab Konselor terhadap Klien
Konselor
harus memikul tanggung jawab terhadap klien, keluarga klien, masyarakat,
profesi, dan dirinya sendiri. Tanggung jawab utama kenselor terbagi atas dua
bagian, yaitu dalam konteks bantuan serta tanggung jawab moralnya dalam
pelaksanaan kode etik. Semua tanggung jawab tersebut diarahkan pada satu tujuan
yaitu memenuhi kebutuhan klien serta mensejahterakan klien secara psikologis.
Menurut ivey,dkk. Tanggung jawab etis seorng konselor adalah berbuat tanpa
merugikan klien atau masyarakat.
Adapun
tanggung jawab konselor antara lain:
1. Menjaga
kerahasiaan (konfidensialitas)
Monro
menegaskan bahwa dalam menjaga kerahasiaan klien, seorang konselor harus memerhatikan
hal-hal berikut:
a. Konselor
perlu menyampaikan kedudukan klien dalam hubungannya dengan kerahasiaan.
Misalnya, klien mengetahui bahwa pada beberapa pembicaraan tertentu, konselor
akan melibatkan staf yang ada ditempat konselor bekerja.
b. Meminta
izin klien ketik konselor memerlukan keterangan dari pihak keluarganya atau
pihak yang lain.
c. Apabila
klien meminta agar informasi dirahasiakan, maka konselor harus menghargai
permintan tersebut.
d. Apabila
kerahasiaan tidak dapat dijamin karena adanya tuntutan hukum atau pertimbangan
lain, maka konselor harus memberitahukannya kepada klien.
e. Catatan
hasil wawancara diusahakan sedikit mungkin. Dan setelah tidak diperlukan
hendaklah konselor memusnahkannya.
f. Menciptakan
suasana yang menjamin kerahasiaan informasi klien.
g. Kerahasiaan
harus dihargai karena merupakan bagian dari kode etik profesional.
2. Memiliki
kompetensi
Latipun
(2001) mengatakan bahwa kompetensi mengacu pada batas-batas kewenangan dalam
menjalankan tugas-tugas profesional. Artimya adalah konselor yang efektif tidak
akan menggunakan treatmenyang berada
diluar lingkup kewenangan dan kemampuan yang dimilikinya. Kewenangan ini telah
diatur dalam kode etik dan menjadi kewajiban bagi konselor untuk menaatinya.
Corey
(2009) mengatakan bahwa sampai sejauh ini belum ada standar yang jelas dan
menegaskan bagaimana seorang konselor dinyatakan kompeten terhadap profesinya.
Setiap negara memiliki perbedaan dalam menetapkan standar kompetensi ini.
Masalah yang muncul kemudian adalah apabila sertifikat, ijazah dan gelar
merupakan tanda kompetensi konselor, mengapa masih ada ditemukan konselor yang
tidak efektif dalam praktiknya tetapi memiliki gelar dan sertifikat yang sah.
Kompetensi
profesionl disesuaikan dengan bidang-bidang yang dipelajari oleh konselor
secara formal. Jadi apabila konselor menghadapi klien diluar bidang yang
dipelajarinya, konselor harus merujuknya kepada konselor atau pihak lain yang
dipandang lebih berkompeten dan mengetahui permasalahan klien secara jelas dan
mengerti bagaimana mengatasinya. Konselor yang tetap memaksakan diri menangani
klien yang tidak sesuai dengan bidang yang dipelajari akan dianggap melakukan
tindakan malpraktik meskipun ia dapat melakukan dan menyebut tindakannya
sebagai tindakan profesional.
3. Nilai
hidup konselor
Nilai-nilai
hidup adalah permasalahn etis yang kerap muncul dalam konseling apabila
konselor tidak bijaksan dan bersikap kaku memegang nilai hidupnya, maka ia akan
tampil sebagai konselor yang selalu menyalahkan nilai hidup klien. Konselor
yang terlalu fanatik terhadap nilai hidup yang dianutnya akan mengantarkannya
pada kesulitan memahami masalah klien. Hal ini akan menemukannya pada jalan
buntu yang akhirnya mau tidak mau harus mengakhiri konseling tanpa hasil yang jelas.
Monro
dkk. Mengemukakan beberapa pedoman umum yang dapat membantu konselor mengatasi
masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai hidup antara lain:
a. Setiap
individu berhak menentukan arah hidupnya.
b. Konselor
harus jujur pada dirinya sendiri dengan tidak meninggalkan nilai sosial, moral
dan agama yang dianutnya. Konselor harus mengenal dirinya sendiri dan mengikuti
nilai tersebut secara jujur.
c. Tugas
konselor adalah membantu klien mengenal nilai hidupnya serta mengambil
keputusan dan menetapkan identitas dirinya.
d. Konselor
hendaknya membantu klien agar dapat menyalurkan pendapat atau sikap mereka
melalui cara yang baik. Setelah itu konselor menanggapi secara jujur apakah
pendapat dan sikap mereka tepat atau tidak.
e. Konseloor
tidak boleh memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada klien.
4. Mengutamakan
kebutuhan klien
Pada
dasarnya diperlukan kesadaran yang matang pada diri seorang konselor untuk
melihat dan mengenal dirinya lebih dalam. Hal ini penting karena melalui
kesadaran inilah, konselor memahami bahwa ada konflik-konflik, harapan dan
kebutuhan pada dirinya yang belum tercapai dan terselesaikan. Apabila hal ini
dibiarkan, maka secara tidak langsung konselor telah menghalangi klien mencapai
perubahan, karena terus menerus menggunakan klien untuk memuaskan kebutuhannya
sendiri. Untuk itulah konselor diharapkan mampu menangani masalah pribadinya
sehingga tidak memproyeksikan diri pada klien.
Selain
permasalahan pribadi yang telah disebutkan diatas, ada beberapa aspek lain dari
kepribadian konselor yang dapat mempengaruhi hubungan konseling dan merugikan
klien. Corey (2009) menyebutkan aspek-aspek tersebut antara lain:
a. Kebutuhan
akan kendali dan kekuasaan.
b. Kebutuhan
untuk membantu dan memelihara.
c. Kebutuhan
untuk mengubah orang lain.
d. Kebutuhan
untuk mengajari atau berkhotbah.
e. Kebutuhan
untuk membujuk dan menasehati.
f. Kebutuhan
untuk merasa mampu dan berguna.
g. Kebutuhan
untuk dihormati dan dihargai.
[1] Namora
Lumongga Lubis dkk, Memahami Dasar-Dasar
Konseling dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm.241-242.
[2]Latipun,
Psikologi Konseling Cet.III, (Malang: UMM, 2006), hlm.248.
[3]Ibid., hlm.249-250.
[4]Prof. Dr. Zulfan Saam, M.S., Psikologi Konseling, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 153
[5]Purwati,
dewi. “penegakan kode etik konseling”. 26 april 2016. http://kodeetikbki.blogspot.co.id/2016/03/penegakan-kode-etik-konseling.html
Komentar
Posting Komentar