KATA PENGANTAR
Alhamdulillahhirobbil’alamin puji dan syukur kami
haturkan kehadirat Allah SWT. Shalawat
serta salam tidak lupa kami ucapkan
untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kami bersyukur
kepada-Nya yang
telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah
ini berisikan tentang Masyarakat Madani
dan di dalamnya terdapat
tokoh-tokoh yang berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, baik
dari dunia barat maupun dari bangsa islam. Kami menyadari
makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik
dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini,kami sangat
berterima kasih.
Demikian
makalah ini kami susun.
Semoga dapat berguna untuk kita semua. Amin.
Yogyakarta,
April 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Berbagai upaya perlu dilakukan dalam mewujudkan
masyarakat madani, baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Untuk
yang berjangka pendek dilaksanakan dengan memilih dan menempatkan
pemimpin-pemimpin yang dapat dipercaya, dapat
diterima, dan dapat
memimpin. Untuk jangka
panjang antara lain adalah dengan menyiapkan sumber daya manusia yang
berwawasan dan berperilaku madani melalui perspektif pendidikan. Perspektif
pendidikan penting untuk dikaji mengingat konsep masyarakat madani sebenarnya
merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional.
Kecenderungan
sakralisasi berpotensi untuk menambah derajat kefrustasian yang lebih mendalam
dalam masyarakat bila terjadi kesenjangan antara realisasi dengan harapan.
Padahal kemungkinan untuk itu sangat terbuka, antara lain, kesalahan
mengkonsepsi dan juga pada saat manarik parameter-parameter ketercapaian. Saat
ini gejala itu sudah ada, sehingga kebutuhan membuat wacana ini lebih terbuka
menjadi sangat penting dalam kerangka pendidikan politik bagi masyarakat luas.
Makalah ini mencoba mengungkapkan sejarah pemikiran, karakterstik, serta
perkembangan masyarakat madani di Indonesia yang mungkin dapat dijadikan masukan
dalam mewujudkan masyarakat madani melalui perspektif pendidikan. Tentu
saja pemikiran konseptual ini akan dapat dioperasionalisasikan di lapangan
secara kontekstual setelah melalui pengujian empiris yang profesional.
Melihat kenyataan di atas, maka kelompok kami mengambil
inisiatif untuk mengambil judul makalah “Mewujudkan Masyarakat Madani di
Indonesia” dan oleh karena itu kami tertarik untuk membahas dan mengkaji
perkembangan masyarakat madani di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas pada makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana sejarah
pemikiran masyarakat madani?
2.
Bagaimana karakteristik
masyarakat madani serta faktor-faktor yang mempengaruhinya?
3.
Bagaimana
mewujudkan masyarakat madani di Indonesia ?
C. Fokus
Pada makalah ini kami membatasi masalah hanya pada
sejarah, karakteristik masyarakat
madani, perkembangan masyarakat madani di Indonesia, serta
bagaimana mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. Selain itu ada beberapa
faktor pendorong dan faktor penghambat yang mempengaruhi masyarakat madani.
Batasan masalah ini bertujuan untuk memberikan ruang lingkup agar masalah tidak
terlalu luas, sehingga pembahasan terarah dan terfokus pada ciri-ciri dan
perwujudan masyarakat madani.
D. Tujuan Makalah
Berdasarkan dengan rumusan masalah, maka tujuan yang
ingin dicapai dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui sejarah
pemikiran masyarakat madani.
2.
Mengetahui
karakteristik ciri-ciri masyarakat madani dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
3.
Mengetahui
perkembangan masyarakat madani serta bagaimana cara mewujudkan masyarakat
madani di Indonesia.
Pengertian masyarakat madani perlu dibahas di sini karena
tidak semua mahasiswa mengetahui dan memahami dengan jelas pengertian dari
masyarakat madani. Kita juga perlu mengetahui sejarah masyarakat madani,
perkembangan masyarakat madani, dan solusi untuk mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia sehingga perlu dibahas lebih lanjut mengenai hal tersebut.
E. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak
yang membutuhkan, antara lain sebagai berikut:
1. Menambah wawasan baru dan lebih memperdalam teori
mengenai masyarakat madani.
2. Mempelajari karakteristik masyarakat madani agar dapat
diterapkan di kehidupan sehari.
3. Sebagai media untuk mengungkapkan inspirasi untuk
mengetahui sejauh mana sejarah perkembangan masyarakat madani di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Landasan Teoritis
1. Pengertian Masyarakat Madani
Pengertian Masyarakat Madani menurut para ahli:
a.
Mun’im (1994)
mendefinisikan istilah civil
society sebagai seperangkat
gagasan etis yang mengejawantah dalam berbagai tatanan sosial, dan yang paling
penting dari gagasan ini adalah usahanya untuk menyelaraskan berbagai konflik
kepentingan antarindividu, masyarakat, dan negara.
b.
Hefner menyatakan bahwa
masyarakat madani adalah masyarakat modern yang bercirikan demokratisasi dalam
beriteraksi di masyarakat yang semakin plural dan heterogen. Dalam keadan seperti ini masyarakat
diharapkan mampu mengorganisasi dirinya, dan
tumbuh kesadaran diri dalam mewujudkan peradaban. Mereka akhirnya mampu
mengatasi dan berpartisipasi dalam kondisi global, kompleks, penuh persaingan
dan perbedaan.
c.
Mahasin (1995)
menyatakan bahwa masyarakat madani sebagai terjemahan bahasa Inggris, civil society. Kata civil society sebenarnya berasal dari bahasa
Latin yaitucivitas dei yang
artinya kota Illahi dan society yang berarti masyarakat. Dari katacivil akhirnya membentuk kata civilization yang berarti peradaban. Oleh sebab itu, kata civil society dapat diartikan sebagai komunitas
masyarakat kota yakni masyarakat yang telah berperadaban maju.
d.
Istilah madani menurut
Munawir (1997) sebenarnya berasal dari bahasa Arab,madaniy. Kata madaniy berakar dari kata kerja madana yang berarti mendiami, tinggal,
atau membangun. Kemudian berubah istilah menjadi madaniy yang artinya beradab, orang kota,
orang sipil, dan yang bersifat sipil atau perdata. Dengan demikian, istilah madaniy dalam bahasa Arabnya mempunyai
banyak arti. Konsep masyarakat madani menurut Madjid (1997) kerapkali dipandang
telah berjasa dalam menghadapi rancangan kekuasaan otoriter dan menentang
pemerintahan yang sewenang-wenang di Amerika Latin, Eropa Selatan, dan Eropa
Timur.
e.
Hall (1998) mengemukakan bahwa
masyarakat madani identik dengan civil society, artinya suatu ide, angan-angan,
bayangan, cita-cita suatu komunitas yang dapat terjewantahkan dalam kehidupan
sosial. Pada masyarakat madani pelaku social akan bepegang teguh pada
peradaban dan kemanusiaan.
Intinya, berdasarkan
pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat madani pada prinsipnya memiliki multimakna
atau bermakna ganda yaitu: demokratis, menjunjung tinggi etika dan moralitas, transparansi,
toleransi,berpotensi,
aspiratif, bermotivasi, berpartisipasi,
konsistensi, memiliki perbandingan, komparasi, mampu berkoordinasi,
simplifikasi, sinkronisasi, integrasi,
mengakui emansipasi,
dan hak asasi, sederhana, namun
yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Dengan mengetahui makna
madani, maka istilah masyarakat madani secara mudah dapat difahami sebagai
masyarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu
kota atau berfaham masyarakat kota yang pluralistik.
2. Manfaat Masyarakat Madani
Manfaat yang
diperoleh dengan terwujudnya masyarakat madani ialah terciptanya masyarakat
Indonesia yang demokratis sebagai salah satu tuntutan reformasi di dalam negeri
dan tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di
samping itu, melalui
masyarakat madani akan mendorong munculnya inovasi-inovasi baru di bidang
pendidikan. Selanjutnya, dengan terwujudnya masyarakat madani, maka
persoalan-persoalan besar bangsa Indonesia seperti: konflik-konflik suku,
agama, ras, etnik, golongan, kesenjangan sosial, kemiskinan, kebodohan,
ketidakadilan pembagian "kue bangsa" antara pusat dan daerah, saling
curiga serta ketidakharmonisan pergaulan antarwarga dan lain-lain yang selama
Orde Baru lebih banyak ditutup-tutupi, direkayasa dan dicarikan kambing
hitamnya itu diharapkan
dapat diselesaikan secara arif, terbuka, tuntas, dan melegakan semua pihak,
suatu prakondisi untuk dapat mewujudkan kesejahteraan lahir batin bagi seluruh
rakyat. Dengan demikian, kekhawatiran akan terjadinya disintegrasi bangsa dapat
dicegah.
Guna
mewujudkan masyarakat madani dibutuhkan motivasi yang tinggi dan partisipasi
nyata dari individu sebagai anggota masyarakat. Hal ini intinya menyatakan
bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani diperlukan proses dan waktu serta
dituntut komitmen masing-masing warganya untuk mereformasi diri secara total
dan selalu konsisten dan penuh kearifan dalam menyikapi konflik yang tak
terelakan. Tuntutan terhadap aspek ini sama pentingnya dengan kebutuhan akan
toleransi sebagai instrumen dasar lahirnya sebuah konsensus atau kompromi.
B. Sejarah Pemikiran
Masyarakat Madani
Istilah
masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society
pertama kali dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah
societies civilis yang identik dengan negara. Rahadrjo (1997) menyatakan
bahawa istilah civil society sudah ada sejak
zaman sebelum masehi.
Orang yang pertama kali mencetuskan istilah civil society adalah Cicero (104-43
SM), sebagai oratur yunani. Civil
society menurut Cicero
ialah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh
masyarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility
(kewargaan) dan urbanity
(budaya kota), maka dipahami bukan hanya sekadar konsentrasi penduduk,
melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan.
Filsuf yunani
Aristoteles (384-322 M) yang memandang masyarakat sipil sebagai suatu sistem
kenegaraan atau identik dengan negara itu sendiri, pandangan ini merupakan Fase
pertama sejarah wacana civil society, yang berkembang dewasa ini,
yakni masyarakat sivil diluar dan penyeimbang lembaga negara, pada masa ini civil
society dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinonia
politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat
langsung dalam berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan keputusan.
Fase
kedua, pada tahun 1767 Adam Ferguson
mengembangkan wacana civil society, dengan konteks sosial dan politik di
Skotlandia. Berbeda dengan pendahulunya, ia lebih menekankan visi etis pada civil
society, dalam kehidupan sosial, pemahaman ini lahir tidak lepas dari
pengaruh revolusi industri dan kapitalisme yang melahirkan ketimpangan sosial
yang mencolok.
Fase
ketiga, berbeda dengan pendahulunya, pada
tahun 1792 Thomas Paine memaknai wacana civil society sebagai suatu yang
berlawanan dengan lembaga negara, bahkan ia dianggap sebagain anitesis negara,
bersandar pada paradigma ini, peran negara sudah saatnya dibatasi, menurut
pandangan ini, negara tidak lain hanyalah keniscayaan buruk belaka, konsep
negera yang absah, menurut pemikiran ini adalah perwujudkan dari delegasi
kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat demi terciptanya kesejahteraan
bersama.
Fase
keempat, wacana civil society selanjutnya
dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831 M), Karl Max (1818-1883 M), dan
Antonio Gramsci (1891-1837 M). dalam pandangan ketiganya, civil society
merupakan elemen ideologis kelas dominan, pemahaman ini adalah reaksi atau
pandangan Paine, Hegel memandang civil society sebagai kelompok
subordinatif terhadap negara, pandangan ini, menurut pakar politik Indonesia
Ryass Rasyid, erat kaitannya dengan perkembangan sosial masyarakat borjuasi
Eropa yang pertumbuhannya ditandai oleh pejuang melepaskan diri dari
cengkeraman dominasi negara.
Fase
kelima, wacana civil society sebagai
reaksi terhadap mazhab Hegelian yang dikembangkan oleh Alexis dengan
Tocqueville (1805-1859), bersumber dari pengalamannya mengamati budaya
demokrasi Amerika, ia memandang civil society sebagai kelompok
penyeimbang kekuatan negara, menurutnya kekuatan politik dan masyarakat sipil
merupakan kekuatan utama yang menjadikan demokrasi Amerika mempunyai daya tahan
yang kuat.
Di Indonesia, pengertian
masyarakat madani pertama kali diperkenalkan oleh Anwar Ibrahim (mantan Deputi
PM Malaysia) dalam festival Istiqlal 1995. Oleh Anwar Ibrahim dinyatakan bahwa
masyarakat madani adalah: Sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dan
kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu
baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan, mengikuti undang –
undang dan bukan nafsu atau keinginan individu, menjadikan keterdugaan serta
ketulusan.
Perjuangan masyarakat madani di Indonesia pada awal
pergerakan kebangsaan dipelopori oleh Syarikat Islam (1912) dan dilanjutkan
oleh Soeltan Syahrir pada awal kemerdekaan (Norlholt, 1999). Jiwa
demokrasi Soeltan Syahrir ternyata harus menghadapi kekuatan represif baik dari
rezim Orde Lama di bawah pimpinan Soekarno maupun rezim Orde Baru di bawah
pimpinan Soeharto, tuntutan perjuangan transformasi menuju masyarakat madani
pada era reformasi ini tampaknya sudah tak terbendungkan lagi dengan tokoh
utamanya adalah Amien Rais dari Yogyakarta.
C. Ciri-Ciri
Masyarakat Madani
Ciri
utama masyarakat madani adalah demokrasi. Demokrasi
memilikikonsekuensi luas di antaranya menuntut kemampuan partisipasi masyarakat
dalam sistem politik dengan organisasi-organisasi politik yang independen
sehingga memungkinkan kontrol aktif dan efektif dari masyarakat terhadap pemerintah
dan pembangunan, dan sekaligus masyarakat sebagai pelaku ekonomi pasar.
Hidayat
Nur Wahid mencirikan masyarakat madani sebagai masyarakat yang memegang teguh
ideology yang benar, berakhlak mulia, secara politik-ekonomi-budaya bersifat
mandiri, serta memiliki pemerintahan sipil.
Sedangkan
menurut Hikam, ciri-ciri masyarakat madani adalah :
a.
Adanya
kemandirian yang cukup tinggi diantara individu-individu dan kelompok-kelompok
masyarakat terhadap negara.
b.
Adanya kebebasan
menentukan wacana dan praktik politik di tingkat publik.
c.
Kemampuan membatasi
kekuasaan negara untuk tidak melakukan intervensi.
Karakteristik
masyarakat madani adalah sebagai berikut :
1.
Free public sphere (ruang
publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam
menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan
informasikan kepada publik.
2.
Demokratisasi,
yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan
masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan
anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta
kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan
demokratis dari orang lain.
3.
Toleransi,
yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap
sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati
pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4.
Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat
yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai
positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5.
Keadilan sosial (social
justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
6. Partisipasi sosial,
yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi,
ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan
dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7. Supremasi
hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan
terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap
orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
D. Masyarakat Madani di Indonesia
Indonesia
memiliki tradisi kuat civil society (masyarakat madani) bahkan jauh
sebelum negara bangsa berdiri, masyarakat sipil telah berkembang pesat yang
diwakili oleh kiprah beragam organisasi sosial keagamaan dan pergerakan
nasional dalam dalam perjuangan merebut kemerdekaan, selain berperan sebagai
organisasi perjuangan penegakan HAM dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial,
organisasi berbasis islam, seperti Serikat Islam (SI), Hahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah, telah menunjukan kiprahnya sebagai komponen civil society
yang penting dalam sejarah perkembangan masyarakat sipil di Indonesia.
Terdapat
beberapa strategi yang ditawarkan kalangan ahli tentang bagaimana seharusnya
bangunan masyarakat madani bisa terwujud di Indonesia :
1.
Pandangan
integrasi nasional dan politik. Pandangan ini menyatakan bahwa sistem demokrasi
tidak munkin berlangsung dalam kenyataan hidup sehari-hari dalam masyarakat
yang belum memiliki kesadaran dalam hidup berbangsa dan bernegara.
2.
Pandangan
reformasi sistem politk demokrasi, yakni pandangan yang menekankan bahwa untuk
membangun demokrasi tidak usah terlalu bergantung pada pembangunan ekonomi,
dalam tataran ini, pembangunan institusi politik yang demokratis lebih
diutamakan oleh negara dibanding pembangunan ekonomi.
3.
Paradigma
membangun masyarakat madani sebagai basis utama pembangunan demokrasi,
pandangan ini merupakan paradigma alternatif di antara dua pandangan yang
pertama yang dianggap gagal dalam pengembangan demokrasi, berbeda dengan dua
pandangan pertama, pandangan ini lebih menekankan proses pendidikan dan penyadaran
politik warga negara, khususnya kalangan kelas menengah.
Bersandar pada tiga paradigma diatas, pengembangan
demokrasi dan masyarakat madani selayaknya tidak hanya bergantung pada salah
satu pandangan tersebut, sebaliknya untuk mewujudkan masyarakat madani yang
seimbang dengan kekuatan negara dibutuhkan gabungan strategi dan paradigma,
setidaknya tiga paradigma ini dapat dijadikan acuan dalam pengembangan
demokrasi di masa transisi sekarang melalui cara :
1.
Memperluas golongan
menengah melalui pemberian kesempatan bagi kelas menengah untuk berkembang menjadi
kelompok masyarakat madani yang mandiri secara politik dan ekonomi, dengan
pandangan ini, negara harus menempatkan diri sebagai regulator dan fasilitator
bagi pengembangan ekonomi nasional, tantangan pasar bebas dan demokrasi global
mengharuskan negara mengurangi perannya sebagai aktor dominan dalam proses
pengembangan masyarakat madani yang tangguh.
2. Mereformasi sistem politik demokratis melalui
pemberdayaan lembaga-lembaga demokrasi yang ada berjalan sesuai prinsip-prinsip
demokrasi, sikap pemerintah untuk tidak mencampuri atau mempengaruhi putusan
hukum yang dilakukan oleh lembaga yudikatif merupakan salah satu komponen
penting dari pembangunan kemandirian lembaga demokrasi.
3. Penyelenggaraan
pendidikan politik (pendidikan demokrasi) bagi warga negara secara keseluruhan.
Pendidikan politik yang dimaksud adalah pendidikan demokrasi yang dilakukan
secara terus-menerus melalui keterlibatan semua unsur masyarakat melalu prinsip
pendidikan demokratis, yakni pendidikan dari, oleh dan untuk warga negara.
Kondisi Indonesia yang dilanda euforia demokrasi,
semangat otonomi daerah dan derasnya globalisasi membutuhkan masyarakat yang
mempunyai kemauan dan kemampuan hidup bersama dalam sikap saling menghargai,
toleransi, dalam kemajemukan yang tidak saling mengeksklusifkan terhadap
berbagai suku, agama, bahasa, dan adat yang berbeda. Kepedulian,
kesantunan, dan setiakawan merupakan
sikap yang sekaligus menjadi prasarana yang diperlukan bangsa Indonesia.
Pengembangan
masyarakat madani di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pengalaman sejarah
bangsa Indonesia sendiri. Kebudayaan, adat istiadat, pandangan hidup, kebisaan,
rasa sepenanggungan, cita-cita dan hasrat bersama sebagai warga dan sebagai
bangsa, tidak mungkin lepas dari lingkungan serta sejarahnya. Keunggulan bangsa
Indonesia, adalah berhasilnya proses akulturasi dan inkulturasi yang kritis dan
konstruktif. Pada saat ini, ada pertimbangan lain mengapa pengembangan
masyarakat madani secara khusus kita beri perhatian.
Untuk
membangun masyarakat madani di Indonesia, ada
enam faktor harus diperhatikan, yaitu:
1.
Adanya perbaikan di
sektor ekonomi, dalam rangka peningkatan pendapatan masyarakat, dan dapat
mendukung kegiatan pemerintahan.
2.
Tumbuhnya
intelektualitas dalam rangka membangun manusia yang memiliki komitmen untuk
independen.
3.
Terjadinya pergeseran
budaya dari masyarakat yang berbudaya paternalistik menjadi budaya yang lebih
modern dan lebih independen.
4.
Berkembangnya
pluralisme dalam kehidupan yang beragam.
5.
Adanya partisipasi
aktif dalam menciptakan tata pamong yang baik.
6.
Adanya keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan yang melandasi moral kehidupan.
Contoh Kasus- Kasus yang terdapat
pada masyarakat madani :
1.
Reformasi
Pemilihan
Umum (pemilu) yang dilangsungkan tanggal 7 Juni 1999 lalu adalah tonggak
penting dalam upaya Bangsa Indonesia melepaskan diri dari belenggu otoritarian
dan menumbuhkan masyarakat madani yang demokratis. Peristiwa ini merupakan perwujudan
dari semangat Reformasi yang dipekikkan
mahasiswa Indonesia di awal dan pertengahan tahun 1998.
Kata Reformasi menjadi
kata kunci terhadap proses perubahan yang terjadi pada sebuah kondisi yang
stagnan, cenderung negatif dan memiliki pola yang menunjukkan gabungan antara
keinginan dan kondisi yang dialami. Reformasi akan menjadi sebuah alternatif
yang sangat penting terhadap proses perbaikan melalui sebuah perubahan, yang
terjadi secara perlahan-lahan ataupun cepat dan tak terbendung, secara evolusi
ataupun revolusi, namun kecenderungan reformasi identik dengan perubahan yang
cepat namun tepat dan terukur.
Untuk
menentukan sebuah tujuan reformasi tentunya memerlukan sebuah rencana dan
langkah-langkah yang strategis dan memiliki dampak terhadap perubahan yang
diharapkan, bila reformasi itu dilakukan pada tataran sosial tentunya dampak
sosial juga diharapkan akan terjadi dan berkesinambungan dengan dampak terhadap
kondisi politik, budaya dan ekonomi secara umum. Reformasi bukan merupakan
gerakan chaos yang liar tak terkendali dan tanpa rencana serta tidak memberikan
dampak positif terhadap kondisi masa kini, justru sebaliknya merupakan sebuah
gerakan yang terencana, sistematis dan terukur serta memiliki parameter yang
jelas terhadap perubahan yang akan dilakukan dan ukuran yang jelas terhadap
dampak yang ditimbulkannya.
Demikian
awal diskusi ini tentang sebuah kata yang banyak disebut orang yaitu REFORMASI.
2. Masyarakat
Madani dan Lingkungan Hidup dalam contoh kasus Illegal Logging
Masyarakat
Madani merupakan cita-cita bersama Bangsa dan Negara yang sadar akan pentingnya
suatu keterikatan antar komponen pendukungnya dalam terciptanya Bangsa dan
Negara yang maju dan mandiri. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, masyarakat
madani sejatinya sadar dan peduli terhadap lingkungan hidup sebagai tonggak
pembangunan yang berkelanjutan (yang berwawasan lingkungan) yang
menyejahterakan kehidupan antargenerasi, disamping upaya pengentasan
kemiskinan, peningkatan daya saing, dan kesiapan menghadapi kecenderungan
globalisasi.
Dalam
contoh kasus yang kami angkat adalah mengenai kasus illegal logging di
Indonesia yang semakin marak dieksploitasi oleh berbagai kalangan, baik dari
kalangan dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebenarnya kasus illegal
logging bukan kasus baru dalam sejarah kelam rusaknya lingkungan di negeri
ini. Awal mula terjadinya kasus illegal logging adalah ketika pada masa
penjajahan kolonial dimana kayu dijadikan komoditas penting dalam mencukupi
segala kebutuhan pihak-pihak tertentu yang terkait pada masa itu untuk
menjadikan kayu sebagai salah satu produk pemenuh kebutuhan yang berharga.
Melihat kondisi tersebut, beberapa kalangan yang belum mempunyai kesadaran
lingkungan yang tinggi kemudian mulai memanfaatkan keadaan atas kebutuhan akan
tersedianya kayu untuk kepentingan pribadi maupun kelompok dengan cara-cara
melakukan penebangan yang tidak terkendali dan tidak sesuai standar baku,
diluar kemampuan sumberdaya hutan tersebut untuk tumbuh dan berkembang kembali.
Inilah yang menjadi awal terjadinya kasus illegal logging di Indonesia.
Melihat
semakin menipisnya pasokan sumberdaya hutan tersebut, membuat para ahli dan
pejabat pemerintahan pada masa itu menetapkan regulasi-regulasi yang mengatur
pemafaatan, pengelolaan, distribusi dan pelestarian sumberdaya hutan khususnya
kayu di Indonesia demi menjaga agar pasokan kayu tetap terkontrol dan
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka akan sumberdaya hutan tersebut.
Dengan diterapkanya sistem regulasi yang ketat pada masa tersebut,
mengakibatkan jumlah penebangan hutan untuk diambil commodities kayunya semakin
terkontrol dan kasus illegal logging cenderung menurun meskipun tetap terjadi
kasus penebangan liar skala dalam kecil.
Tetapi
selepas masa penjajahan tersebut, pemanfaatan sumberdaya kayu hutan di
Indonesia mulai berngsur-angsur naik kembali akibat tidak diterapkannya lagi
regulasi-regulasi yang bersifat ketat warisan masa penjajahan tersebut, demi
memenuhi kebutuhan dalam dan luar negeri serta permintaan akan kayu hutan dan
produk-produk turunan. Hal tersebut dilakukan oleh pemerintah dalam usahanya
menaikan devisa negara yang baru saja merdeka tersebut. Tetapi meskipun
demikian, pemerintah pada masa itu (hingga saat ini) masih berupaya
membuat dan menerapkan peraturan-peraturan pengganti yang sifatnya dirasakan
oleh beberapa kalangan baik masyarakat, akademisi, para ahli dan pengamat
kebijakan tidak tegas dan tidak mampu memberi efek jera bagi para pelaku
kejahatan lingkungan tersebut. Dan pada akhirnya kasus yang sama kembali
menimpa Bangsa ini. Permintaan akan kebutuhan kayu yang besar menimbulkan
keinginan beberapa pihak memanfaatkan dan menggunakan cara-cara illegal yang
tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam usaha mendapatkan
keuntungan-keuntungan semata dan melupakan dampak ekologis yang terjadi akibat
penebangan dan pemanfaatan hasil hutan khususnya kayu yang tidak terkendali dan
tidak sesuai aturan yang berlaku.
Dari
gambaran dan contoh kasus yang telah dipaparkan, terlihat betapa lemahnya
mekanisme peraturan serta kesadaran semua pihak akan isu lingkungan hidup
khususnya mengenai illegal logging di Indonesia. Kasus-kasus yang terjadi
seringkali bagaikan lingkaran setan yang saling berputar-putar dalam konteks
keterkaitan yang saling berhubungan. Di satu sisi pemerintah sebagai pengambil
kebijakan menginginkan terciptanya suatu kondisi lingkungan hutan yang lestari
(sustainable forest), tetapi di lain sisi pemerintah harus memenuhi
permintaan akan ketersediaan kayu dalam usaha menaikan pendapatan negara. Dan
hal ini makin menjadi dilema ketika pemerintah kesulitan dalam mengawasi dan
menerapkan peraturan dan perundang-undangan yang tegas dalam rangka menciptakan
suatu management hutan lestari (sustainable forest management) pada pihak-pihak
yang terkait khususnya bagi para pelaku illegal logging. Dan diluar komponen
pemerintahan pun kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan pun juga masih
rendah, yang memperparah kondisi bangsa ini.
Dalam
hal inilah peran masyarakat
madani sangat
dibutuhkan. Kita menyadari bahwa Masyarakat Madani identik dengan masyarakat
yang sadar dan peduli akan suatu hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama
dan dalam cakupan antargenerasi, yang dalam hal ini difokuskan mengenai
lingkungan hidup. Maka untuk itu, masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya
arti kelestarian lingkungan diharapkan mampu menjadi salah satu faktor
penggerak dan turut berpartisipasi mewujudkan transformasi bangsa menuju
masyarakat yang kita dambakan tersebut. Dan kita bisa melihat usaha-usaha
menuju ke arah tersebut semakin terbuka lebar. Tapi itu semua harus dilandasi
juga dengan kesadaran semua komponen bangsa, beberapa diantaranya adalah
komitmen dalam menaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan tanpa pandang
bulu, turut berperan aktif dalam mengkritisi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
yang dirasa perlu untuk dikritisi tanpa ada suatu niatan buruk, serta
selalu mendorong berbagai pihak untuk turut berperan serta dalam menjaga dan
melestarikan lingkungan demi masa depan kita semua.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Madani
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi masyarakat madani,
yaitu faktor pendorong dan faktor penghambat.
1.
Beberapa faktor pendorong timbulnya masyarakat madani:
a.
Adanya penguasa politik
yang cenderung mendominasi (menguasai) masyarakat agar patuh dan taat pada penguasa.
b.
Masayarakat diasumsikan
sebagai orang yang tidak memilkik kemampuan yang baik (bodoh)
dibandingkan dengan penguasa ( pemerintah).
c.
Adanya usaha untuk
membatasi ruang
gerak dari masyarakat dalam kehidupan poitik. Keadaan ini sangat
menyulitkan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat, karena ruang
publik yang bebaslah
individu berada dalam posisi setara, dan melakukan transaksi.
2.
Adapun yang masih
menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia
diantaranya :
a. Kualitas
Sumber Daya Manusia yang
belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
b. Masih
rendahnya pendidikan politik masyarakat.
c. Kondisi
ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
d. Tingginya
angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
e. Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.
f. Kondisi
sosial politik yang belum pulih pasca reformasi.
F. Solusi Mengatasi Masalah
Salah
satu cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah dengan melakukan
demokratisasi pendidikan. Masyarakat
madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai
tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi
dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat
madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya
disintegrasi bangsa.
Untuk mewujudkan
masyarakat madani dalam jangka panjang adalah dengan cara melakukan
demokratisasi pendidikan. Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani
yang lebih humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani.
Melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik
dan peserta didik di dalam proses belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang
berkonteks demokratisasi pendidikan perlu memperhatikan masalah-masalah
pragmatik. Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik pada
gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan
masyarakatnya. Demokrasi sendiri adalah suatu bentuk pemerintahan dengan
kekuasaan di tangan rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi bermakna semakin
spesifik lagi yaitu fungsi-fungsi kekuasaan politik merupakan sarana dan
prasarana untuk memenuhi kepentingan rakyat.
Dengan
demokrasi, rakyat boleh berharap bahwa masa depannya ditentukan oleh dan untuk
rakyat, sedangkan demokratisasi ialah proses menuju demokrasi. Tujuan
demokratisasi pendidikan ialah menghasilkan lulusan yang merdeka, berpikir
kritis dan sangat toleran dengan pandangan dan praktik-praktik demokrasi.
Generasi
penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun
masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat dan generasi muda yang mampu
membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Salah satu
cara untuk mewujudkan masyarakat madani adalah melalui jalur pendidikan, baik
di sekolah maupun di luar sekolah.
Generasi
penerus merupakan anggota masyarakat madani di masa mendatang. Oleh karena itu,
mereka perlu dibekali cara-cara berdemokrasi melalui demokratisasi pendidikan.
Dengan demikian, demokratisasi pendidikan berguna untuk menyiapkan peserta
didik agar terbiasa bebas berbicara dan mengeluarkan pendapat secara
bertanggung jawab, turut bertanggung jawab, terbiasa mendengar dengan baik dan
menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan keberanian moral yang tinggi,
terbiasa bergaul dengan rakyat, ikut merasa memiliki, sama-sama merasakan suka
dan duka dengan masyarakatnya, dan mempelajari kehidupan masyarakat. Kelak jika
generasi penerus ini menjadi pemimpin bangsa, maka demokratisasi pendidikan
yang telah dialaminya akan mengajarkan kepadanya bahwa seseorang penguasa tidak
boleh terserabut dari budaya dan rakyatnya, pemimpin harus senantiasa
mengadakan kontak dengan rakyatnya, mengenal dan peka terhadap tuntutan hati
nurani rakyatnya, suka dan duka bersama, menghilangkan kesedihan dan
penderitaan-penderitaan atas kerugian-kerugian yang dialami rakyatnya. Upaya ke
arah ini dapat ditempuh melalui demokratisasi pendidikan. Dengan komunikasi
struktural dan kultural antara pendidik dan peserta didik, maka akan
terjadi interaksi yang sehat, wajar, dan bertanggung jawab.
BAB III
SIMPULAN & SARAN
A. Kesimpulan
1.
Masyarakat madani
bermakna ganda yaitu suatu tatanan masyarakat yang menekankan pada nilai-nilai:
demokrasi, transparansi, toleransi, potensi, aspirasi, motivasi, partisipasi,
konsistensi, komparasi, koordinasi, simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, emansipasi,
dan hak asasi. Masyarakat madani merupakan sistem
sosial yang subur berdasarkan prinsip-prinsip moral yang menjamin kesimbangan
antara kebebasan individu dengan kestabila masyarakat, inisiatif dari individu dan
masyarakat akan berupa pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan
undang-undang dan bukan nafsu atau keinginan individu.
2.
Masyarakat
madani memiliki karakteristik Free
public sphere (ruang publik yang bebas),
Demokratisasi, Toleransi, Pluralisme, Keadilan sosial (social justice), Partisipasi
sosial, Supremasi
hukum.
3.
Perwujudan masyarakat
madani ditandai dengan karakteristik masyarakat madani, diantaranya wilayah
publik yang bebas, demokrasi, toleransi, kemajemukan dan keadilan sosial.
Strategi membangun masyarakat madani di indonesia dapat dilakukan dengan
integrasi nasional dan politik, reformasi sistem politik demokrasi, pendidikan demokratisasi dan
penyadaran politik.
B.
Saran
Sebaiknya penerapan masyarakat madani di Indonesia dapat
lebih dikembangkan dalam aspek pendidikan, politik, sosial, dan budaya danmasyarakat
madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai
tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi
dari luar negeri sehingga dapat
tecapainya cita-cita sesuai dengan harapan masyarakat madani. Masyarakat Madani
yang diidamkan bukan semata-mata milik suatu komunitas tertentu, tetapi itu
merupakan pemaknaan dari sebuah pemahaman tentang civil society. Dengan
demikian, di Indonesia diharapkan dapat menegakkan hukum yang sehat dan
demokrasi. Masyarakat juga harus mengontrol kinerja
pemerintah dan para wakilnya, agar tidak bertentangan dengan kehendak
masyarakat madani. Baik menjadi anggota masyarakat madani maupun perangkat
negara hendaknya dapat mewujudkan demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Azizi, A Qodri
Abdillah. 2000. Masyarakat madani Antara Cita dan Fakta: Kajian
Historis-Normatif. Dalam Ismail SM dan Abdullah Mukti, Pendidikan Islam,
Demokratisasi dan Masyarakat Madani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daliman, A. 1999. Reorientasi
Pendidikan Sejarah melalui Pendekatan Budaya Menuju Transformasi Masyarakat
Madani dan Integrasi Bangsa, Cakrawala
Pendidikan. Edisi Khusus Mei
Th. XVIII No. 2.
Ismail SM. 2000. Signifikansi
Peran Pesantren dalam Pengembangan Masyarakat madani. Dalam Ismail SM dan
Abdullah Mukti, Pendidikan Islam, Demokratisasi dan Masyarakat Madani.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Madjis, N. 1977. Dinamika
Budaya Pesisir dan Pedalaman: Menumbuhkan Masyarakat Madani, dalam HMI dan KAHMI Menyongsong Perubahan
Menghadapi Pergantian Zaman. Jakarta:
Majelis Nasional KAHMI.
Marzuki. 1999. Membangun
Masyarakat Madani melalui Pendidikan Islam Sebuah Refleksi Pendidikan Nasional, Cakrawala Pendidikan. Edisi Khusus Mei Th. XVIII No. 2.
Rahardjo, D. 1997. Relevansi
Iptek Profetik dalam Pembangunan Masyarakat Madani, Academika, Vol. 01, Th. XV, halaman 17-24.
Suwardi, 1999. Demokratisasi
Pendidikan dalam Pengajaran Pragmatik Sastra Sebagai Wahana Penciptaan
"Masyarakat Madani" Cakrawala
Pendidikan, Edisi Khusus Mei.
Th. XVIII, No. 2.
Ubaedillah, Abdul Rozak.2008., Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: ICCE UIN, Syarif Hidayatullah.
Retno Lisyarti, Setiadi.2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Erlangga : PT. Gelora Aksara
Pratama
Komentar
Posting Komentar