Langsung ke konten utama

Makalah PSI



MAKALAH
PENGANTAR STUDI ISLAM
 TENTANG :
“KEKERASAN TERHADAP MASYARAKAT”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1.)    MUSYAFAQ (NIM : 15220047)
2.)    RAFIDA (NIM : 15220008)
3.)    ADISTY PUTRI ANGGA DEWI (NIM : 15220032)
4.)    ZEFFA YURIHANA (NIM: 15220041)
DOSEN PEMBIMBING :
Drs. H. RIFA’I, M.A
NIP. 196107041992031001
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kekerasan dalam Masyarakat ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami juga berterima kasih pada Bapak Drs. H. Rifa’I, M.A selaku Dosen mata kuliah Pengantar Studi Islam yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan tugas ini kepada kami.
       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai kekerasan dalam masyarakat yang selama ini sering kita saksikan di berbagai sumber baik secara langsung maupun tidak langsung. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun dari para pembaca.
       Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami pribadi maupun orang lain yang membacanya. Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penulisan makalah kami di masa yang akan datang.


Yogyakarta, September 2015


Penyusun





i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                                            i
DAFTAR ISI                                                                                                                           ii

BAB I
PENDAHULUAN                                                                                                                1
1.1         Latar Belakang                                                                                                              1
1.2         Tujuan                                                                                                                            1

BAB II
PEMBAHASAN                                                                                                                   2
2.1         Pengertian Sejarah Kebudayaan Islam                                                                          2
2.2         Masa Nabi Muhammad SAW                                                                                        3
2.3         Masa Khulafaurrasyidin                                                                                                6
2.4         Abu Bakar Sidik                                                                                                            7
2.5         Umar Bin Khatab                                                                                                          8
2.6         Usman Bin Affan                                                                                                          11
2.7         Ali Bin Abi Thalib                                                                                                         12

BAB III
PENUTUP                                                                                                                             15
3.1         Kesimpulan                                                                                                                    15
3.2         Saran                                                                                                                              15

DAFTAR PUSTAKA                                                                                                            16



ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Salah satu problem pokok yang dihadapi oleh kota besar, dan kota-kota lainnya tanpa menutup kemungkinan terjadi di pedesaan, adalah kekerasan pada masyarakat yang merajalela. Tua-muda, berpendidikam maupun yang tidak berpendidikan tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindak kejahatan dan kekerasan,  Dalam berbagai acara liputan kriminal dalam berbagai media cetak,elektronik maupun media sosial, di televisi misalnya, hampir setiap hari selalu ada berita mengenai tindak kriminalitas kejahatan dan kekerasan yang terjadi di masyarakat . Hal ini cukup meresahkan dan fenomena ini terus berkembang di masyarakat. 
Tentu saja tindakan kriminal yang dilakukan oleh masyarakat ini juga sangat bervariasi, mulai dari tawuran antar desa, tawuran anatar pelajar, KDRT, konflik antar suku maupun antar umat beragama, dll. Hal ini sangat meresahakan masyarakat karena sangat berpengaruh pada perkembangan moral generasi muda yang meneruskan perjuangan bangsa di masa yang akan datang. Tindak kriminalitas di kalangan remaja sudah tidak lagi terkendali, dan dalam beberapa aspek sudah berhasil diatasi. Hal ini bahkan diperparah dengan berbagai macam alasan dan suatu keterpaksaan hingga menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

1.2  Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahuai lebih dalam tentang kekerasan terhadap masyarakat.
2.      Untuk mengetahui lebih jauh mengenai macam-macam kekerasan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
3.      Untuk mengetahui dampak dari kekerasan yang terjadi di masyarakat.
4.      Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Studi Islam.
1.3  Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap masyarakat?
2.      Jelaskan macam-macam kekerasan terhadap masyarakat?
3.      Apa dampak yang ditimbulkan dari kekerasan tersebut?
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Masyarakat
Kekekerasan merupan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan dan lain-lain) yang menyebabkan atau di maksdtkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapatdianggap sebagai kekerasan tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang.istilah “kekerasan”juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak .Kerusakan  harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang.

Selain itu kekerasan juga memiliki pengertian penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar / trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak (Bagong S,dkk.2000). Berdasarkan pengertian ini, dapat diperoleh pemahaman bahwa tindak kekerasan merupakan bagian dari pelanggaran hak asasi manusia, khususnya pelanggaran terhadap rasa aman dan terhindar dari rasa takut.

2.2 Macam-macam Kekerasan Terhadap Masyarakat

                  Adapun kekerasan yang sering terjadi di dalam masyarakat terbagi menjadi beberapa macam, tergantung pada aspeknya masing-masing. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mencoba menjelaskan macam-macam kekerasan yang serimg terjadi di dalam masyarakat, sebagai berikut:

1.      Kekerasan yang terjadi di lingkungan keluarga
Kekerasan ini lebih dikenal dengan sebutan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Kekerasan dalam Rumah Tangga, adalah setiap tindakan kekerasan verbal maupun fisik, pemaksaan atau ancaman pada nyawa yang dirasakan pada seorang perempuan atau laki-laki dalam keluarga, apakah masih anak-anak atau sudah dewasa, yang menyebabkan kerugian fisik atau psikologis, penghinaan atau perampasan kebebasan. Adapun pengertian kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana tertuang dalam rumusan pasal 1 Deklarasi Penghapusan Tindakan Kekerasan terhadap Perempuan dapat dijadikan sebagai setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi (keluarga).
 Hal ini terjadi tentu karena adanya masalah yang terjadi di dalam sebuah keluarga. Yang mana salah satu pihak tidak bijak dalam menyelesaikannya atau menggunakan kekerasan sehingga merugikan pihak yang lain. KDRT ini tidk hanya terjadi di Negara kita tapi di Negara lain juga sering sekali terjadi. KDRT ini sering kali terjadi di seluruh kalangan masyarakat baik kalangan atas maupun kalangan menengah ke bawah. KDRT biasanya disebabkan oleh faktor ekonomi ini lebih sering terjadi pada keluarga kalangan menengah ke bawah. Sedangkan, faktor kesalahpahaman dan kurangnya komunikasi antar anggota keluarga biasanya sering terjadi pada kalangan menengah ke atas. KDRT biasanya di alami oleh perempuan (istri) dan anak-anak dibawah umur yang sering disiksa oleh orangtuanya karena mungkin orangtuanya lagi ada masalah jadi anak biasanya dijadikan pelampiasan oleh orangtuanya. Hal ini terjadi karena kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua kepada buah hatinya kerena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka. Seperti kita saksikan setiap hari bahkan setiap saat di media cetak maupun elekronik, bahwa sekarang banyak terjadi kekerasan yang dialami anak, seperti kasus Angelin, yang disiksa lalu dibunuh oleh ibu angkat yang telah membesarkan dan merawatnya sejak dari bayi.
2.      Kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di pendidikan tinggi
Kekerasan terhadap anak adalah segala tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak  baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Beberapa  faktor  memicu kekerasan terhadap anak Menurut Komnas Perlindungan Anak  pemicu kekerasan terhadap anak yang terjadi diantaranya: struktur keluarga, pewarisan kekerasan dari generasi ke generasi, serta keterlibatan masyarakat bawah. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak yaitu: kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan verbal (ucapan/komunikasi), kekerasan seksual, dan kekerasan secara sosial. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak yaitu: pendidikan dan pengetahuan orang tua yang cukup, keluarga yang hangat dan demokratis, adanya komunikasi yang efektif, dan mengintegrasikan isu mengenai hak anak kedalam peraturan perundang- undangan. Peraturan perundang- undangan yang mengatur perlindungan anak yaitu Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan aAnak, Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang  System Peradilan Pidana Anak, dan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2014  Tentang Perlindungan Anak Dan Pemberdayaan Anak dan Perempuan Dalam Konflik Sosial.
Kekerasan antar pelajar memang dewasa ini begitu banyak terjadi. Kekerasan ini biasanya terjadi dalam jumlah masa pelajar yang besar dan mereka membawa banyak senjata yang tentu saja begitu berbahaya. Apabila tidak segera ditangani, kekerasan antar pelajar bisa menjalar dan terus ada bahkan hingga nanti. Kendati demikian, kita tidak boleh gegabah dalam mengatasi kekerasan tersebut dan diharuskan untuk menempatkan keilmuan khusus agar mampu mengatasi secara tuntas. Kita harus mengerti terlebih dahulu apa saja penyebab tawuran antar pelajar tersebut, dan inilah beberapa penyebabnya:
-          Faktor dari dalam diri : Seorang remaja yang sering terlibat tawuran, mungkin memang mempunyai sifat emosional yang tinggi serta belum mampu mengatasi beragam situasi yang menerpa dirinya. Mereka cenderung mudah terpengaruh oleh pergaulan teman-teman dekatnya, serta cenderung putus asa dengan masalah sekolah dan keluarga. Kemudian, pada akhirnya konflik mudah tersulut serta menjadi penyelesaian dari sebuah masalah.
-          Faktor keluarga : Apakah remaja mempunyai keluarga yang harmonis? Kalau ya, maka akan sangat kecil ia terlibat dalam tawuran atau kekerasan. Tetapi, jika keluarga yang ada di rumah mempunyai banyak masalah, bahkan sering terjadi kekerasan rumah tangga antara ayah ke ibunya, maka pelajar akan merekam kejadian tersebut dalam memorinya. Ia bisa putus asa dengan keadaan rumah, dan belajar dari tempramen orang tuanya, remaja tersebut akan sangat mudah terlibat dalam tawuran atau kekerasan.
-          Kelompok atau geng : Apabila remaja atau pelajar sudah membentuk geng masing-masing maka kesetiakawanan mereka hanya akan didedikasikan pada geng tersebut. Mereka mampu membela anggota kelompoknya bahkan tidak masalah apabila harus terlibat tawuran atau tindak kekerasan yang begitu besar. Ini tentu banyak terjadi dimana pelajar mampu melakukan tindak kekerasan dengan alasan kesetiakawanan sosial.
Kekerasan di dunia pendidikan saat ini semakin meresahkan para orang tua akan keselamatan dan keamanan buah hati mereka saat berada di lingkungan sekolah. Karena saat ini pihak-pihak yang selama ini dianggap bertanggung jawab, menjaga dan menggatikan posisi atau peran orang tua saat anak-anak berada di sekolah sudah tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Kita sering melihat kasus-kasus di media informasi bahwa banyak anak-anak yang mengalami kekerasan fisik maupun seksual, yang mana para pelakunya merupakan orang yang seharusnya melindungi anak tersebut. Peserta didik biasanya mendapat perlakuan yang tidak semestinya, hal ini dilakukan oleh para guru, pegawai dan karyawan sekolah bahkan dengan sesama teman atau kakak kelasnya. Sehingga anak tersebut mengalami trauma, takut bergaul, mentalnya terganggu, cacat fisik bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Kekerasan di dunia pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah-sekolah kelas bawah tetapi di sekolah-sekolah internasional juga pernah terjadi misalnya kasus sekolah internasional (JIS) di Jakarta.
Selain di dunia pendidikan sekolah dasar dan menegah, kekerasan juga sering terjadi di dunia pendidikan yang jenjangnya lebih tinggi yakni di perkuliahan atau di sekolah tinggi. Misalnya kekerasan senior kepada junior pada saat ospek sebagai aksi balas dendam, bahkan samapi memakan korban jiwa. Kekerasan juga sering terjadi di lingkungan sekolah tinggi kedinasan yang berbasis semi militer baik kekerasan antar taruana maupun dari segi latihan militer yang di jalani seperti di STIP Jakarta yang videonya sempat menghebohkan masyarakat bahkan korbannya sampai meninggal dunia. Sama juga halnya dengan masa pendidikan di lingkungan militer (TNI dan POLRI).
3.      Kekerasan yang terjadi di lingkungan masyarakat

Kecenderungan untuk melakukan tindak kekerasan menjadì kendala yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Fenomena itu bukan hanya merupakan imbas dari kemìskinan dan kebodohan, karena terbukti bahwa tindak kekerasan juga terjadì dalam masyarakat maju dan kaya. Buktinya, data statistik tindak kekerasan di AS sangat tinggi. Hasil jejak pendapat yang dilakukan oleh lembaga riset Media Scope menunjukan bahwa tindak kekerasan diantara para pemuda AS terus meningkat. Dan sebagian besar korbanya juga para pemuda. Doktor Allan Goguen-Ball, seorang psikeater Swiss berpendapat bahwa remaja dan pemuda Swiss berusaha menarik perhatian masyarakat dengan melakukan kekerasan.
Para psikolog berpendapat bahwa salah satu faktor munculnya kekerasan dalam masyarakat adalah pengaruh media massa. Dewasa ini, media audio,visual, dan cetak, menyusupkan berbagai macam tindak kekerasan dalam sajian mereka. Dulu, masyarakat hanya dapat menyaksikan kekerasan jika mereka ada di sekitar lokasi kejadian. Namun saat ini, siapapun dapat menyaksikan tindak kekerasan dalam tayangan televisi.
Data yang ada menunjukkan bahwa pemuda AS dengan rata-rata usia 15 tahunan, menyaksikan aksi pembunuhan brutal sebanyak 25 ribu kali dari televisi dan 200 ribu kalì tindak kekerasan lainnya. Seorang psikolog AS, Arnoid Cohen, berpendapat bahwa masalah pengaruh kekerasan yang ditayangkan di televisi sama dengan masalah dampak rokok yang menyebabkan penyakit kanker. Artinya, meski banyak program digalakkan untuk memberikan arahan kepada masyarakat tentang bahaya rokok, namun jumlah para perokok terus meningkat. Dan hal itu juga terjadi dalam masalah kekerasan. Tayangan televisi dan film yang menggambarkan dampak buruk dan tindak kekerasan ternyata tidak mampu mencegah meningkatnya kekerasan.
Para psikolog juga berpendapat bahwa penggunaan narkoba, pil koplo, dan alkohol juga merupakan faktor munculnya kekerasan. Faktor lain yang tak kalah pentingnya adalah kemiskinan dan kesenjangan sosial. Masih banyak lagi sebab dan faktor lainnya termasuk pengaruh lingkungan. Semua itu akan menimbulkan ketidakseimbangan penalaran, perasaan, dan kejiwaan masyarakat. Oleh karena itu, banyak hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk menanggulangi perluasan kekerasan dalam masyarakat.
Adapun kekerasan dalam masyarakat dipicu oleh beberapa hal.  Beberapa waktu belakangan ini aksi kekerasan kembali marak. Pelaku kekerasannya pun sangat beragam dan berasal dari berbagai latar belakang. Mulai dari masyarakat awam hingga kaum terdidik yang semestinya menjadi contoh masyarakat.
Penyebab aksi kekerasan itu muncul, bisa karena masalah politis hingga akibat impitan ekonomi. Namun, impitan ekonomilah yang sering menjadi alasan yang selalu menyertai terjadinya kekerasan di masyarakat, termasuk kasus pembunuhan anak oleh ibu kandungnya sendiri. Nampaknya, beban hidup yang kian berat, tidak mampu ditanggung rakyat sendiri. Sehingga membuat mereka pun frustrasi. Barangkali disinilah letaknya, dimana seharusnya negara membela rakyat kecil, yang tidak berpunya. Selain beban ekonomi, masyarakat di bawah juga mengalami keterserpihan. Sikap individualitas kian meningkat. Beban hidup yang berat membuat rakyat dipacu berkompetisi mencari sumber penghidupan sehingga tidak peduli lagi dengan sesama dan sekitarnya.
 Kita prihatin dengan berbagai kekerasan, atau keputusan mengambil jalan pintas, karena dorongan kemiskinan. Namun, lebih sedih lagi, kemiskinan yang dialami rakyat tidak ditangani negara dengan baik. Kemiskinan sering kali terjadi karena kemiskinan struktural yang kian menempatkan orang miskin dalam kondisi yang tidak berdaya. Bahkan, ironisnya, negara maju kerap memanfaatkan hukum dan pengaruhnya yang kuat untuk makin memiskinkan negara yang sudah miskin. Misalnya, pembuatan produk hukum yang mengelola kekayaan alam seperti Indonesia sering kali tidak berpihak kepada rakyat. Tak heran jika pemiskinan terhadap rakyat terus terjadi. Apalagi, akses rakyat pada hukum juga sangat sedikit sehingga makin menyulitkan hidupnya.
Mencermati perkembangan yang kurang menguntungkan ini, maka sangat diharapkan pers ikut mencerdaskan masyarakat sehingga tak melakukan kekerasan. Pemerintah juga harus tegas dan penuh kearifan dalam mengelola rakyat. Pemerintah mempunyai tanggung jawab dan kewenangan. Jadi, ini jangan dianggap remeh, pemerintah harus lebih tegas lagi bertindak.
Disisi lain, secara jujur pula bila kekerasan di masyarakat juga tak bisa dipisahkan dari peran media, terutama televisi. Karena itu, peran Komisi Penyiaran Indonesia yang masih lemah harus lebih dioptimalkan dalam mengatur isi tayangan televisi, terutama yang berbau kekerasan, mistik, dan seks.
Sehingga, maraknya kekerasan orangtua, termasuk ibu terhadap anaknya, diyakini juga adalah pengaruh dari tayangan televisi yang kini seolah semakin tak terkontrol jika pun ada sangat lemah. Apalagi, bisa dikatakan bila konsumen utama televisi adalah ibu rumah tangga, yang sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah sejak pagi hari. Sesuai teori kultivasi, orang yang menonton televisi minimal selama empat jam dan rutin secara tak sadar akan mengadopsi gambaran yang ia tonton dalam televisi itu.
Tayangan kekerasan yang setiap hari disaksikan ibu rumah tangga itu makin lama kian menurunkan kepekaan mereka terhadap kekerasan. Selain itu, kata Sunarto, kekerasan yang dilakukan ibu   kepada anaknya boleh jadi merupakan pelampiasan atas tekanan, baik dari segi hierarki maupun struktural. Tekanan hierarkis, contohnya kekerasan dari suami atau orang di sekitarnya, sedangkan tekanan struktural, di antaranya impitan sosial ekonomi, seperti mahalnya harga yang akhirnya membuat dirinya depresi. Dalam hal ini ibu akan melampiaskan kemarahannya kepada pihak yang lebih lemah, yaitu anak. Namun, apa pun itu, aksi kekerasan yang marak, negara tidak  boleh  mengabaikan  tanggung jawabnya. Negara mesti  memberikan dan  menunjukkan komitmen nyata untuk membela rakyat kecil, rakyat tak berpunya.
Sangat bijak jika pemerintah perlu segera mengambil langkah dan solusi tepat untuk menyelesaikan kemiskinan yang menjadi akar munculnya kekerasan. Pemerintah harus mengatasi persoalan kemiskian. Kemiskinan jangan dibiarkan, tapi harus diatasi dengan aksi nyata, bukan dengan janji. Dan juga perlu ditegaskan, kemiskinan dan aksi kekarasan bukanlah budaya kita.
Kultur kekerasan di masyarakat mendasari tindak kriminal. Tindak kriminal tidak bisa dilepaskan dari kultur kekerasan di masyarakat. Demikian disampaikan kriminolog, perampokan adalah kejahatan dengan kekerasan yang terbentuk karena kultur yang menjadi bagian dinamika kehidupan di Indonesia. Unsur kekerasan dapat berlaku dalam segala sisi, misalnya demo dengan kekerasan dan perkelahian antarsuku bangsa. Perampokan, lanjutnya, tidak datang dengan tiba-tiba. Saat ini pola kejahatan dibangun secara terorganisasi. Kesempatan melakukan kejahatan semakin besar ketika sasaran terbuka dan  penegakan hukum lemah.
Selain itu, kesewenangan  penguasa  munculkan kekerasan masyarakat.Pejabat dan aparat negara sering memanipulasi hukum untuk kepentingan pribadi mereka. Tak jarang tindakan ini juga diikuti dengan kekerasan terhadap kelas bawah. Jika kesewenangan penguasa tersebut terus dilakukan, rakyat kelas bawah yang terjepit dengan buruknya kondisi ekonomi akan menggunakan aksi perlawanan dalam bentuk kekerasan guna mempertahankan hak miliknya. Masyarakat kelas bawah itu tidak punya apa-apa. Yang mereka punya hanya nyawa, sehingga mereka ini gelap mata. Dalam hukum alam sosial, pada saat hidup tak tertanggungkan sementara penguasa sewenang-wenang, kondisi itu bisa memunculkan perlawanan dalam wujud kekerasan.
Kekerasan yang dilakukan rakyat di beberapa daerah selama ini, katanya, muncul karena ketidaktundukan pejabat dan aparat negara kepada hukum yang dilakukan secara berulang-ulang. Orang-orang yang mewakili negara tidak menerapkan hukum apa adanya. Tapi dia malah mengintimidasi atau mengancam warga, sehingga sikap penghargaan dari warga masyarakat hilang. Pejabat dianggap sama dengan preman. Atas tindakan hukum yang menyimpang didukung kekerasan itulah rakyat semakin marah.
Kurangnya kepatuhan para penguasa negara kepada hukum juga menyebabkan timbulnya kekerasan. Buktinya adalah banyak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tidak segera ditindaklanjuti oleh pembuat UU, yakni Presiden dan DPR. Kalaupun ditindaklanjuti, DPR dan pemerintah yang terdiri dari unsur-unsur partai berusaha untuk menyiasati putusan MK berdasarkan kepentingan politik masing-masing. Apa yang menjadi putusan MK itu padahal harus dijalankan oleh siapapun. Tidak peduli dia rakyat biasa, penguasa, maupun lembaga negara.


4.      Kekerasan Antar Umat Beragama
Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk Muslim di dunia. Jumlahnya mencapai 85 persen atau sekitar 200 juta jiwa. Jauh meninggalkan Arab Saudi yang menjadi pusat perkembangan islam pertama. Tidak hanya agama Islam tetapi agama yang lain juga berkembang di Indonesia dan diakui secara resmi yakni Budha, Hindu, Kristen, Katolik dan Kong Hu Cu. Agama merupakan sesuatu yang religius yang berhubungan erat dengan keyakinan dan kepercayaan setiap individu.
Indonesia adalah Negara yang menjamin kebebasan setiap warga negaranya dalam memeluk agamanya masing-masing sebagaimana diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengenai kebebasan beragama diatur dalam pasal Pasal 22 yang menyatakan bahwa: (1) Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Dan dalam Pasal 24 ayat 1 yang menyatakan bahwa: Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk maksud-maksud damai.  Pancasila pun mengatur mengenai kebebasan hak-hak dari tiap-tiap warga negara. Dari ke-lima sila Pancasila tersebut menjamin kebebasan beragama, memiliki kedudukan dan sama tinggi, mengutamakan kepentingan bangsa, kebebasan berpendapat dan hak berkumpul, berhak memiliki kehidupan yang layak dan terhormat. Kemudian dalam UUD 1945 terdapat pasal-pasal yang mengatur hak-hak sebagai warga negara dan hak asasi manusia dalam beragama. Yang terdapat dalam pasal-pasal yang berisi sebagai berikut: Pasal 28 E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut ajaran agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali. (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaannya menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. (3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Pasal 29 (1) Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap- tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Di Indonesia ada enam agama yang diakui secara resmi. Dalam kehidupan sehari-hari kita hidup di tengah-tengah  masyarakat yang memeluk agama yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Sebagai masyarakat yang hidup di lingkungan yang berbeda agama maka kita harus menjunjnug tinggi nilai toleransi dengan saling menghargai antara satu sama namun tetap dalam konteks yang benar, tanpa melibatkan hal yang berkaitan dengan akidah.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa di Indonesia masih sering terjadi kekerasan antar umat beragama. Penyebab timbulnya kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama di Indonesia, karena perbedaan Pemahaman dalam  nilai-nilai menjadi pertentangan dalam umat beragama, yaitu kewajiban- kewajiban yang diwajibkan agamanya, ideal-ideal mengenai kepastian hak-hak umat beragama, paham-paham mengenai ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan, berbagai penalaran yang berbeda. Perbedaan doktrin, perbedaan suku dan ras pemeluk agama, perbedaan kebudayaan, dan adanya perbedaan mayoritas dan minoritas menjadi faktor timbulnya konflik antar umat beragama. kurangnya peran pemerintah dan aparatur negara dalam situasi konflik antar umat beragama yang menjadi peluang bagi pihak-pihak provokator tertentu.
Dalam hal ini yang sering terjadi adalah kekerasan dalam bentuk diskriminasi kaum mayoritas terhadap kaum minoritas seperti yang baru-baru ini kita saksikan kejadian yang sangat memprihatinkan yang dialami oleh umat islam di Tolikara, Papua saat perayaan hari besar dan hari suci islam yakni Hari Raya Idul Fitri 1436H/2015 M. Suasana Idul Fitri di Kabupaten Tolikara, Papua terusik dengan berita kerusuhan yang menyebabkan satu orang meninggal dan belasan terluka karena tembakan aparat serta puluhan kios dan sebuah musholla di dekatnya dibakar (menurut satu versi, musholla bukan target utama tapi ikut terbakar).
Dalam hal kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama ini masing-masing unsur dari Negara mempunyai fungsi masing-masing dalam mencegah maupun mengatasinya. Sehingga semua pihak merasa memiliki tanggungjawab tanpa saling menyalahkan antara yang satu dengan yang lain. Adapun fungsi pemerintah dan masyarakat itu sendiri yang mampu menyelesaikan kekerasan dan diskriminasi antar umat beragama, dimana pemerintah melakukan sosialisasi besar terhadap masyarakat mengenai aturan-aturan yang menjadi landasan kerukunan antar umat beragama dalam Pancasila dan UUD 1945 dengan dialog dan musyawarah dengan masyarakat dan mengaitkan pencegahan kekerasan dan diskriminasi dengan sanksi-saknsi yang ada dalam KUHP. Setelah itu masyarakat pun harus berperan serta dalam mencegah konflik antar umat beragama. Negara pun harus mengambil tindakan tegas dalam konflik beragama demi menjunjung tinggi Pancasila.
5.      Kekerasan Antar Suku atau Antar Etnis
Indonesia adalah Negara yang kaya akan keberagaman adat, budaya, suku dan bahasa yang menjadi ciri khas dan pembeda dengan negara-negara lain di dunia. Hal inilah yang membuat Indonesia terkenal dimata dunia, sehingga banyak turis-turis yang berkunjung ke Indonesia untuk menyaksikan secara langsung akan hal itu. Indonesia adalah sebuah Negara yang terdiri dari 34 provinsi. Bumi pertiwi yang membentang dari Sabang sampai Merauke,dari Miangas sampai Pulau Rote, dipenuhi sedikitnya terdapat 17.000 pulau, tepatnya ada 17.508 dari pulau yang besar seperti Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra dan Jawa hingga pulau terkecil seperti Miangas serta Pulau Rote di Nusa Tenggara. Berdasarkan data dari sensus Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia, diketahui jumlah suku di Indonesia yang berhasil terdata sebanyak 1.128 suku bangsa seperti Bugis, Dayak, Jawa, Sunda dan lain-lain. Dengan 748 jumlah bahasa seperti bahasa Melayu, Bugis, Madura, Betawi, Dayak dan lain-lain. Namun, bahasa nasionalnya atau bahasa persatuannya tetap satu yakni bahasa Indonesia.
Sebagai warga Negara yang hidup di Negara pluralitas etnik, kita harus memegang teguh semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Maka apabila bangsa Indonesia tidak mengamalkan hal ini dengan baik dalam kehidupan masyarakat yang terdiri dari berbagai suku atau etnis pasti akan terjadi suatu hal yang tidak diinginkan yang mana suatu pihak merasa dikucilkan dari pihak yang lain terutama pihak mayoritas terhadap minoritas. Sepertinya di Indonesia masih kembali ke hukum rimba, bahwa siapa yang kuat maka dia yang menang dan berkuasa. Hal itu, sudah mulai terlihat dengan seringnya terjadi kekerasan antarsuku yang sering terjadi di daerah-daerah yang rawan dan sensitif akan hal tersebut. Seperti kasus kekerasan yang sering di sebut dengan perang atau kerusuhan antar suku yang memakan banyak korban baik itu yang trauma, cacat fisik, gangguan mental bahkan sampai memakan korban jiwa akibat dari senjata tajam yang digunakan.
Hal ini bisa terjadi karena adanya salah kedua suku yang bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya dengan cara damai sehingga terbawa emosi dan saling menyerang. Di tambah lagi dengan adanya oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi yang seperti ini untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. Sehingga pihak-pihak yang tidak bersalah pun dirugikan. Seperti halnya peristiwa Sampit yang terjadi di kota Sampit, Kalimantan Tengah yang meluas ke seluruh provisi termasuk ke ibukota provinsi yakni Palangka Raya yang mulai pada Februari 2001 dan konflik tersebut pecah pada tanggal 18 Februari 2001. Konflik ini terjadi antara Suku Dayak asli dan warga migran Madura. Konflik ini mengakibatkan 500 kematian, dengan lebih dari 100.000 warga Madura kehilangan tempat tinggal. Banyak warga Madura yang dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.  Selain memakan banyak korban jiwa konflik ini juga meninggalkan trauma mendalam bagi penduduk sekitar, cacat fisik akibat senjata tajam maupun gangguan secara mental atau psikis. Bukan hanya kasus Sampit tapi masih banyak lagi kekerasan antar suku atau etnis lainnya yang terjadi di Negara kita ini.
6.      Kekerasan terhadap Tenaga kerja
Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu Negara di bagi menjadi dua kelompok yakni tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun.
Indonesia merupakan Negara yang berkembang diberbagai sektor termasuk dalam hal tenaga kerja. Sehingga tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi masih sangat terbatas. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kulaitas tenga kerjanya yang menghasilkan produk atau jasa yang kualitasnya rendah dan kurang professional untuk bersaing dengan para tenaga kerja yang berasal dari negara-negara maju yang ahli dalam bidangnya masing-masing. Sehingga tidak jarang para tenaga kerja Indonesia diperlakukan secara tidak wajar bahkan mengalami kekerasan dari majikannya. Seperti yang sering kita saksikan di berbagai berita baik itu di media cetak maupun elektronik termasuk di media sosial yang menyajikan informasi tentang kasus kekerasan yang dilakukan majikan terhadap tenaga kerjanya baik itu di dalam maupun diluar negeri.
Kasus ini semakin marak terjadi dan menjadi tantangan yang sangat berat bagi para tenaga kerja kita. Tapi karena tuntutan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup maka mereka tetap memberanikan diri untuk menanggung semua resiko tersebut bahkan nyawa mereka menjadi taruhannya. Kasus kekerasan fisik maupun kekerasan seksual sering sekali menimpa para tenaga kerja kita terutama Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri maupun didaerah lokal yang bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) dan buruh pabrik. Mereka sering mendapat tindak kekerasan dari majikannya seperti disandra, tidak digaji dan bahkan ada yang disiksa sampai meninggal dunia. Salah satu contohnya seperti kasus beberapa waktu lalu, yang dialami oleh Erwiana Sulistyaningsih yang dirawat di Rumah Sakit Sragen, Jawa Tengah, setelah pulang dari Hong Kong dalam keadaan tubuh mengalami luka berat. Ia telah dimintai keterangan oleh pihak yang berwenang dan majikannya pun telah ditetapkan sebagai tersangka. Tidak lama berselang, dugaan kekerasan juga menimpa TKI Sihatul Alfiah di Taiwan. Perempuan asal Banyuwangi itu diberitakan koma di rumah sakit Taiwan. Ia diduga di siksa oleh majikannya. Masih banyak lagi contoh kasus kekerasan yang lain yang membuat kita sangat miris dan ironis terhadap keadaan dan nasib para tenaga kerja kita. 
2.3 Dampak yang Ditimbulkan dari Kekerasan terhadap Masyarakat
            Kekerasan merupakan suatu perbuatan yang sangat tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku, baik itu dalam norma agama maupun norma sosial. Kekerasan akan membawa banyak sekali dampak negative  atau dampak buruk bagi bangsa ini. Dampak buruk ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan suatu Negara. Aspek pertama yang sangat menonjol jika kekerasan dalam masyarakat terus terjadi adalah kerusakan moral bangsa.
Dampak ini sangat berpengaruh terutama bagi generasi muda penerus bangsa. Mereka akan tumbuh menjadi orang yang bersifat individulistik, egois, anarkis, acuh tak acuh terhadap lingkungan sekitarnya. Jika terbiasa melihat hal-hal yang mengandung unsur kekerasan maka yang terekam dimemori mereka hanya itu yang paling dominan, sehingga tidak berfikir tentang hal-hal yang positif. Mereka akan terbiasa menyelesaikan masalah dengan cara yang tidak bijak yakni dengan mengunakan kekerasan yang mana hal itu tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah tapi justru akan menambah masalah.
Selain itu, kekerasan juga sangat berdampak bagi kehidupan sosial bermasyarakat. Jika sering menggunakan kekrasan maka nilai-nilai Pancasila yang seharusnya diamalkan dalam kehidupan sehari-hari itu akan tergeser dengan sendirinya. Tidak ada lagi istilah bekerjasama, tolong menolong, keadilan dan lain sebagainya. Kekerasan ini jiga berdampak pada kesejahteraan, keamanan dan ketertiban umum. Sehingga masyarakat akan merasa tidak aman karena tindak kekerasan tersebut.









BAB III
PENUTUP
6.1   Kesimpulan

Kekekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan dan lain-lain) yang menyebabkan atau di maksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang.istilah “kekerasan” juga mengandung kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak. Kerusakan  harta benda biasanya dianggap masalah kecil dibandingkan dengan kekerasan terhadap orang. Kekerasan dalam aspek masing-masing dalam kehidupan masyarakat yakni dalam lingkungan keluarga, pendidikan, agama, suku atau etnis, tenaga kerja dan lain-lain. Kekerasan ini akan menimbulkan berbagai dampak negatif bagi masyarakat terutama generasi muda.

6.2   Saran
Semua pihak harus ikut bertanggungjawab dalam hal ini, bukannya saling menyalahkan antara yang satu dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial seharusnya kita harus saling menjaga satu sama lain, bukannya saling bermusuhan bahkan menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Kita diciptakan dibumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna yang mengemaban amanah sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Jadi, marilah kita saling menjaga dan menyelesaikan atau mengahadapi masalah dalam kehidupan ini secara bijak. Sekian makalah kami, dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Diakses pada 01 Oktober 2015
https://googleweblight.com/?lite_url=http://www.bbc.com/indonesia/forum/2014/01/140126_forum_penyiksaan_tki
Lex Administratum, Vol.I/No.2/Jan-Mrt/2013


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Motivasi Berprestasi

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas motivasi tertentu mangandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya. Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. [1] McClelland [2] menekankan pentingnya kebutuhan berprestasi, karena orang yang berhasil dalam bisnis dan industri adalah orang yang berhasil menyelesaikan segala sesuatu. Ia menandai tiga motivasi utama, yaitu: penggabungan, kekuatan dan prestasi. Motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kebutuhan dalam diri seseorang untuk mencapai hasil terbaik. Motivasi berprestasi juga dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk menguasai hal-hal yang ...

MAKALAH PSIKOLOGI KEPRIBADIAN TEORI JULIAN ROTTER

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Teori belajar kognitif sosial dari Julian Rotter dan Walter Mischel, masing-masing berlandaskan asumsi bahwa faktor kognitif membantu membentuk bagaimana manusia akan bereaksi terhadap dorongan dari lingkungannya. Kedua pakar teori tersebut menolak penjelasan Skinner yang menyatakan bahwa perilaku terbentuk oleh penguatan langsung, malah mereka menyebutkan bahwa ekspektasi seseorang atas kejadian yang akan datang adalah determinan utama dari perilaku. Rotter beragumen bahwa perilaku manusia paling dapat diprediksikan melalui pemahaman dari interaksi antara manusia dan lingkungan yang berarti untuk mereka. Sebagai interaksionis, Rotter yakin bahwa tidak ada satu pun individu ataupun lingkungan itu sendiri yang sepenuhnya bertanggung jawab atas perilaku. Malah, ia beragumen bahwa kondisi manusia, sejarah masa lalu dan ekspektasi terhadap masa depan adalah kunci utama untuk memprekdisikan perilaku. Dalam hal ini, ia ber...

MAKALAH KEPRIBADIAN DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sejak pertengahan abad XIX, yang didakwahkan sebagai abad kelahiran psikologi kontemporer di dunia Barat, terdapat banyak pengertian mengenai “psikologi” yang ditawarkan oleh para psikolog. Masing-masing pengertian memiliki keunikan, seiring dengan kecenderungan, asumsi dan aliran yang dianut oleh penciptanya. Meskipun demikian, perumusan pengertian psikologi dapat disederhanakan dalam tigapengertian. Pertama, psikologi adalah studi tentang jiwa ( psyche ), seperti studi yang dilakukan Plato (427-347 SM.) dan Aristoteles (384-322 SM.) tentang kesadaran dan proses mental yang berkaitan dengan jiwa. Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang kehidupan mental, seperti pikiran, perhatian, persepsi, intelegensi, kemauan, dan ingatan. Definisi ini dipelopori oleh Wilhelm Wundt. Ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku organisme, seperti perilaku kucing terhadap tikus, perilaku manusia terhadap sesa...